MERAIH
HAJI MABRUR || TANDA-TANDA HAJI MABRUR || Kita
sering mendengar istilah haji mabrur dalam keseharian kita. Ucapan doa kita
kepada saudara-saudara kita yang akan pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah
haji dengan kalimat, “semoga menjadi haji yang mabrur” bukanlah istilah yang
baru bagi kita.
![]() |
Masjidku |
Namun tahukah kita apa makna sesungguhnya dari istilah haji
mabrur ini? Apa makna dan pengertian yang terkandung dibalik kata haji mabrur
itu? Apa saja tanda-tandanya hingga seseorang bisa dikatakan telah meraih haji
mabrur itu? Dan yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana cara atau kiat untuk
meraih haji mabrur itu?
“Dan
tidak ada ganjaran lain bagi haji mabrur (haji yang baik) selain surga."
(HR. Bukhari, Muslim, Tirmdizi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad dan Malik)
Hadis
di atas, selain merupakan kabar gembira, juga merupakan peringatan bagi
saudara-saudara kita yang sedang menunaikan ibadah haji di tanah suci, yaitu
agar melaksanakan ibadah hajinya dengan ikhlas dan benar (sesuai tuntunan
Rasulullah Saw.), serta taat pada setiap Ikhlas
dan sesuai tuntunan Rasulullah adalah syarat mutlak untuk semua ibadah,
termasuk haji. Sebab, sebagaimana dikatakan Imam al-Fudhail bin 'Iyadh, ibadah
tidak akan diterima bila tidak dikerjakan dengan cara yang benar, meskipun
disertai dengan sikap ikhlas.
Demikian
pula bila tidak dilakukan dengan ikhlas, sekalipun itu dengan cara yang benar.
Agar diterima, ibadah harus dikerjakan secara ikhlas sekaligus benar. Ikhlas
demi Allah, dan benar berdasarkan sunnah Rasulullah. Jadi, penilaiannya bukan
pada kuantitas tapi kualitas, yaitu ikhlas dan sesuai sunnah Rasulullah.
Untuk
itu, hal pertama yang harus diperhatikan seorang muslim untuk meraih haji
mabrur adalah meniatkan hajinya semata-mata karena Allah, bukan karena tujuan
lain! Ia harus menghilangkan sama sekali perasaan riya’ (ingin dilihat orang)
dan sum'ah (ingin menjadi buah bibir orang).
Rasulullah
menjelaskan, riya’ adalah ”syirkul ashgar” (bentuk kemusyrikan yang paling
kecil). Dalam hadis riwayat Imam Ibnu Khuzaimah, Rasulullah menjelaskan bahwa
orang-orang yang riya’ dalam menghafal al-Qur'an, bersedekah, dan berjihad akan
menjadi kayu bakar pertama api neraka.
Berpijak
pada semangat hadis ini, tidak menutup kemungkinan orang yang pergi haji karena
riya’ akan mengalami nasib yang sama. Adapun orang yang sum'ah, di akhirat
nanti akan diumumkan di hadapan semua makhluk Allah sebagai orang yang kecil
dan hina.
Keikhlasan
yang dituntut di sini adalah keikhlasan yang konsisten. Tak hanya ketika akan
berangkat, tapi di tengah-tengah dan sesudah pelaksanaan haji pun seorang
muslim yang berharap haji mabrur harus tetap menjaga keikhlasannya. Tidak
gampang bagi kita dan tidak sulit bagi setan untuk merusak keikhlasan kita dari
pintu mana pun. Karena itu, bila sedikit saja timbul perasaan tidak ikhlas di
hati, segeralah ingat dan meminta ampun kepadaNya.
Hal
kedua yang perlu diperhatikan seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur
adalah kesesuaian amalan-amalan haji yang dilaksanakannya dengan tuntunan
Rasulullah. Rasulullah pernah bersabda, "Contohlah cara manasik
hajiku!" (HR Muslim).
Dengan
demikian, seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur harus mengetahui dengan
benar apa saja rukun, kewajiban, sunnah, dan larangan haji yang diajarkan
Rasulullah. Berbeda halnya bila kita mengikuti tuntunan Rasulullah, maka jaminannya
adalah Allah sendiri.
Di
sini, pengetahuan terhadap amalan-amalan haji yang sesuai tuntunan Rasulullah
adalah hal mutlak. Haji mabrur tidak akan diraih bila seseorang tidak
mengetahui dengan benar apa yang harus dilakukan dan apa yang harus
ditinggalkannya ketika berada di tanah suci.
Di
antara tuntunan lain yang diajarkan Rasulullah adalah berhaji dengan harta yang
baik. Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima
kecuali dari yang baik." (HR. Muslim)
Secara
umum, ibadah tidak akan diterima jika kita memanfaatkan sarana ibadah dari
sumber-sumber yang tidak halal. Kelanjutan hadis di atas menegaskan hal ini.
Rasulullah berkata, "Bagaimana mungkin akan dikabulkan, doa orang yang
makanannya, minumannya, pakaiannya, dan pendapatannya haram, sekalipun ia terus
menerus menengadahkan tangannya ke langit."
Hal
ketiga yang harus diperhatikan seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur
adalah patuh pada setiap perintah dan larangan Allah. Tak hanya perintah dan
larangan yang berkaitan dengan haji tapi juga perintah dan larangan Allah
secara umum. Ini kewajiban seorang muslim kapan dan di mana pun ia berada.
Istilah
"haji mabrur" sendiri, menurut sebagian ulama berarti "haji yang
di dalamnya tidak ada maksiat atau haji yang baik". Di dalam surat
al-Baqarah ayat 177, al-Qur'an menyebut al-birr (asal kata mabrur, yang artinya
kebaikan) sebagai kebaikan yang memiliki dimensi vertikal dan horizontal. Dalam
pengertian ini, haji mabrur adalah haji yang dilakukan oleh orang yang memiliki
hubungan baik dengan Allah dan lingkungan sekitarnya.
Namun
begitu, kita memang tidak bisa menilai apakah seseorang itu benar-benar
mencapai haji mabrur atau tidak. Itu hak Allah. Namun kita bisa mengenali
ciri-ciri orang yang meraih haji mabrur, antara lain, perubahan pribadi ke arah
yang positif. Perubahan ini mencakup hubungan vertikal (dengan Allah) dan
horizontal (dengan lingkungan sekitar), juga mencakup kualitas ibadah jasmani
dan rohani.
Bila
tadinya tidak pernah beribadah, menjadi rajin beribadah. Bila sudah rajin
beribadah, menjadi lebih rajin lag. Bila tadinya pendendam, menjadi pemaaf.
Bila tadinya pemaaf, menjadi lebih pemaaf, dan seterusnya.
Perubahan
ini pada dasarnya disebabkan oleh
penghayatan dan pemaknaan terhadap ibadah haji itu sendiri. Di dalam
surat al-Hajj ayat 58, Allah menjelaskan salah satu tujuan haji: "Agar
mereka (orang-orang yang melaksanakan haji) menyaksikan manfaat-manfaat bagi
mereka." Wallahualam.
Penulis
: Amar Makruf